Part 7 [ Misteri Desa Alue Meujen]

 Orang-orang berobat sudah pulang. Rumah Hamidin kembali sepi. Sepanjang hari, Umi hanya meringkuk di atas tempat tidur. Saat ditanya Hamidin. Katanya, dia hanya lagi demam. Dan sudah mendapatkan obat dari dokter. Hamidin tidak lagi terlalu memperhatikan istrinya. Dia sibuk merajah pasiennya. Daod juga ikut serta membantu seperti biasanya. Selama Hamidin menjadi tabib. Daod lebih sering di rumah mereka. Bahkan, sudah makan tidur di sana. Lagi pula dia memang tidak punya lagi istri. Sudah belasan tahun menduda. Sebenarnya, dia lelaki yang gagah. Hanya saja dia tidak mengurus diri sehingga nampak sangat kumal.

Bagi Hamidin, Daod sudah menjadi keluarga dan sahabat sejatinya. Dia telah menunjukkan Jalan yang memudahkan hidupnya. Kini, dia tidak perlu ke sawah atau ke ladang. Hanya membaca mantra-mantra aneh untuk menyembuhkan orang sakit. Dia mampu mengumpulkan pundi-pundi rupiah jauh lebih banyak.

Pada malam Jum’at Kliwon seperti biasanya. Daod dan Hamidin harus bersemedi dengan bertelanjang bulat di pinggir anak sungai Alue Meujen. Mereka biasanya bersemedi hingga menjelang keluar fajar. Kata Daod itu semua untuk menambah kesaktian mereka. Para penjaga Alue Meujen akan datang dalam pikiran mereka memberikan ilmu-ilmu baru.

Namun, pada malam Jum’at Kliwon itu. Daod tidak ikut, katanya dia dilanda sakit gigi yang luar biasa. Sejak senja dia tidak membantu Hamidin merajah. Hamidin percaya apapun yang dikatakan Daod. Dia tetao pergi ke tempat semedi seorang diri di saat Umi dan Masyitah sudah terlelap. Bahkan, semua orang kampung sudah berlabuh ke alam mimpi.

Begitu Hamidin keluar pagar. Daod langsung menyelinap ke kamar Umi. Umi langsung memeluk tubuh lelaki yang memenuhi kepuasan biologisnya sejak mulanya Hamidin menjadi tabib. Karena semenjak itu pula Hamidin kerap tidak menyentuhnya. Karena, kata Daod kalau dia berpuasa dari bersetubuh. Maka dia akan sangat sakti. Hamidin pun mengikuti yang dikatakan Daod.

Daod memanfaatkan kesempatan itu, dia adalah pagar makan tanaman. Kesepian Umi dimanfaatkan untuk memenuhi kepuasan biologisnya. Sudah Hampir empat bulan mereka berhubungan diam-diam.

Malam itu, Umi terisak cukup lama. Setengah berbisik dia berkata.

“Aku hamil, apa yang harus kulakukan? Hamidin akan marah besar, karena dia tahu ini bukan anaknya,” Isak Umi.

“Tenangkan dirimu, aku akan mencari cara,” sahutnya sambil membelai wajah istri temannya itu. Daod dan Umi kembali melakukan perbuatan keji itu.

Samaoi ke tempat bersemedi, Hamidin ketinggalan hati ayam kampung yang biasa dibawa saat bersemedi untuk sesajian. Dia segera beranjak pulang yang memakan waktu setengah jam itu. Jam tangannya sudah menunjukkan pukul dua malam. Dia berjalan cepat pulang ke rumah.

Sampai ke rumah dia masuk lewat pintu belakang. Lalu menuju kamar tempat dia merajah tempat dia menyimpan sesajian itu. Karena kamarnya berdekatan dengan kamar tidurnya. Dia mendengar suara orang berbicara tapi tidak jelas kedengarannya.

“Ngomong sama siapa Umi?” pikir Hamidin.

Sayup-sayup lawan bicaranya seperti suara laki-laki. Membuat dia kehabisan sabar langsung di tendang pintu dengan kasar. Betapa terkejutnya dia saat melihat Daod sedang berada di atas istrinya. Sedangkan keduanya tanpa busana.

“Kau! Dasar iblis!” bentak Hamidin. Mereka segera menarik kain untuk menutupi tubuhnya. Tapi, Hamidin semakin muntap dia melempar apa saja ke arah mereka. Membuat suasana menjadi riuh. Apalagi Hamidin berteriak kuat-kuat. Membuat Masyitah dan beberapa tetangga terbangun segera berlari ke rumah mereka.

“Ayah!” panggil Masyitah.

Masyitah juga terkejut melihat ibunya dan Daod di atas ranjang tanpa busana.

“Apa-apaan ini?” teriak Masyitah.

“Iihat kelakuan ibumu sudah seperti iblis!” bentak Hamidin.

Daod dan Umi bergetar di tempat. Mereka tidak lagi beranjak hanya menutupi badan dengan kain seadanya.

Masyitah semakin muntap, matanya memerah. Dia tidak menyangka ibunya bisa berlaku keji seperti itu.

“Oh, barang kali ini alasan ibu melarangku untuk tidak mengatakan pada ayah tentang kehamilan ibu?” teriak Masyitah.

“Hamil?” sahut Hamidin.

“Apa kau mengandung anak laki-laki iblis ini?” teriak Hamidin sambil menarik rambut Umi. Istrinya hanya tergugu.

“Jawab!” tambah Hamidin.

“Lengkap sudah orang tuaku. Ayah pemuja iblis, ibu kelakuan kayak iblis!” teriak Masyitah sambil menendang pintu lalu menangis tersedu-sedu.

“Maafakn ibu, Nak!” sahut Umi tergugu.

Tanpa pikir panjang, Hamidin mengambil rencongnya yang tajam. Dia hendak membelah perut istri.

“Sini kau, kubelah perutmu!” teriak Hamidin.

Daod segera menghalangi Hamidin. Tapi, Hamidin melawan hingga keduanya bergulat satu lawan satu. Hamidin berpikir untuk membunuh Daod. Akhirnya, Rencong tertanam di dada Daod. Sebelum dia benar-benar mengakhiri hidupnya. Daod juga berhasil melempar pisau lain ke tubuh Hamidin. Membuat keduanya melawan sakit hingga mati ditempat.

Masyitah berteriak histeris, tetangga berusaha menyelamatkan keduanya. Tapi, hasilnya sia-sia. Masyitah terpukul, apalagi keadaan ibunya yang mengandung anak selingkuhannya.

Akhirnya, setelah kematian Daod dan Hamidin. Semua anak gadis yang kesurupan sembuh berangsur-angsur. Dan di kampung mereka tidak ada lagi pemuja iblis.

The end


Komentar

Postingan Populer