Misteri Kuburan Aneuk Manyak


Murhaban seorang Teungku (red Aceh) atau Ustadz muda yang berasal dari Meulaboh, Aceh Barat. Menikahi seorang gadis shalihah dari Keumala Pidie yang bernama Maisarah. Setelah menikah kedua sejoli ini menetap di Keumala Pidie.
Murhaban membina rumah tangga yang bahagia dengan Maisarah. Kehadiran sosok buah hati yang tampan rupawan menambah kelengkapan kebahagiaan keluarga kecil tersebut. Keluarga kecil Murhaban juga dikaruniakan rezeki yang lancar. Sehingga Murhaban termasuk kategori orang kaya di kampungnya. 

Namun, kebahagiaan itu hanya sesaat. Setelah Allah menggariskan takdir Maisarah harus pulang ke pangkuan Tuhan. Meninggalkan suami dan anaknya yang masih berusia empat tahun.

Murhaban menjalaninya dengan tabah dan ikhlas. Namun, hari-hari yang dilewati Murhaban begitu sepi. Tidak ada lagi tawa sumringah dari sosok bidadarinya. Tidak ada lagi yang meracik seduhan kopi disaat pulang dari lelahnya. Akhirnya, Murhaban memutuskan untuk pulang ke tempat kelahirannya Meulaboh.

Setelah berpamitan kepada Mertuanya, Murhaban di izinkan pulang ke Meulaboh dengan putranya. Walaupun dengan berat hati harus melepaskan sosok menantunya. Terlebih lagi cucu yang tampan rupawan. 

Namun, memahami keadaan Murhaban dan cucunya yang sangat terpukul dengan kehilangan Maisarah. Mereka berharap dengan kembalinya Murhaban ke Meulaboh bisa mengurangi kesedihan Murhaban dan anaknya.
(Jalan lintas provinsi antara Kecamatan Sungai Mas dan Kecamatan Gempang)

Keesokan hari Murhaban menjual semua hartanya agar dijadikan uang dan emas, supaya mudah dibawa saat pulang ke Meulaboh. Perjalanan ke Meulaboh membutuhkan  waktu berhari-hari melewati jalan lintas Sungai Mas - Geumpang  Diantara kedua kecamatan tersebut belantara hutan yang lebat.

Murhaban sebelum meninggalkan Keumala. Berpamitan kepada seluruh teman kerabat dan meminta doa agar selamat sampai tujuan. Sehingga ada seorang sahabat dekatnya menawarkan agar menemani Murhaban dan anaknya menuju Meulaboh.

"Teungku izinkan saya menemani Teungku dan sinyak (red Aceh ; anak kecil) ke Meulaboh" tawar teman tersebut.

"Kalau Cut Bang (red Aceh) menemani kami hingga ke Meulaboh, nanti bagaimana saat pulang kesini kembali, Cut Bang seorang diri ?" Tanya Murhaban pada sahabatnya yang akrab dipanggil Cut Bang (Abang).

"Tidak mengapa, usah risaukan Saya keselamatan Tengku dan sinyak (Red Aceh) lebih utama, saya akan kembali dengan rombangan pedagang dari Meulaboh yang akan membawa kerbau 2 minggu lagi" begitulah tangkasnya.

"Oh baiklah kalau begitu Cut Bang, dengan senang hati jika Cut Bang mau menemani saya dan sinyak pulang ke Meulaboh" tegas Murhaban.

Keesokan harinya Murhaban berangkat dengan anak dan temannya. Mereka berangkat setelah shalat subuh dari Keumala Pidie dengan melewati jalan setapak. Malam hari sudah tiba di Geumpang gampong Bangkeh. Mereka bermalam di rumah kepala desa gampong Bangkeh. Sebagai seorang Teungku sekaligus saudagar kaya yang dermawan, Murhaban sangat dikenal oleh masyarakat di daerah Pidie.

Pagi hari rombongan Murhaban kembali melanjutkan perjalanannya menuju Meulaboh dengan berbekal Bue Kulah (red Aceh ; nasi bungkus segitiga). Murhaban dan rombangan  menyusuri jalan setapak yang biasa dilewati oleh para pedagang dari Meulaboh menuju Pidie atau sebaliknya.

Rombangan Murhaban sampai dipertengahan jalan ditengah belantara hutan, hanya kicauan burung yang terdengar. Hutan yang meranggas ganas tanpa pernah dijamah manusia. Hanya jalan setapak bekas jajakan para pedagang. Matahari sudah tenggelam pertanda magrib sudah tiba, mereka singgah di Peuniyoeh Ukeu Kayee (Red Aceh ; tempat singgah).

Murhaban menuntun putranya yang kelelahan untuk berwudhu shalat magrib. Sahabatnya terlihat lelah bersandar disebuah pohon.

"Cut Bang Kita shalat magrib dulu sambil berjamaah" ajak Murhaban
"Iya Teungku" jawabannya sambil bergegas menuju mata air untuk berwudhu.

Setelah berwudhu, Murhaban berdiri sebagai imam shalat anak dan sahabatnya sebagai makmum,  harta benda bawaannya diletakkan di samping mereka shalat.
Baru setengah Murhaban membaca Alfatihah, Cut bang sudah meringkuh rencongnya (Senjata tajam khas Aceh) di pinggang.  

"Ini saatnya saya habiskan mereka, kalau tidak saya tidak bisa membunuh Murhaban ini" gumamnya dalam hati. Murhaban dikenal juga dengan ilmu bela diri yang mahir.

Saat sujud rakaat pertama rencong tersebut mendarat di tengah punggung Murhaban hingga mencapai ulu hati. Murhaban terjatuh ketanah dalam keadaan meranggas kesakitan.

"Cut Bang apa yang kamu lakukan, kenapa Cut Bang membunuhku apa dosaku dengan Cut Bang ? " pekik Murhaban sambil menahan sakit tusukan rencong itu.

Tanpa ada jawaban, temannya yang telah dirasuki hawa nafsu untuk mendapatkan semua harta Murhaban itu. Hanya dengan membunuh keduanya iya bisa mendapatkan seluruh hartanya.

Anak Murhaban menangis terisak-isak ketakutan melihat keadaan ayahnya. Anak yang masih balita tersebut mencoba menjauh pelan ketika melihat ayahnya telah dilukai. Lelaki itu melirik anak Murhaban dan mendekatinya. Ketika temannya tersebut mendekati anaknya. Murhaban berteriak memohon untuk tidak membunuh anaknya.

"Cut Bang silahkan ambil semua harta ini tapi jangan apa-apakan sinyak" teriak Murhaban

Namun teriakan itu sia-sia, temannya itu langsung membopong anak yang masih balita itu, lalu dipukul ke arah sebatang pohon berkali kali  dengan ganas hingga meninggal didepan mata Murhaban sendiri.

 Namun Murhaban tidak sanggup berdiri lagi karena tusukan rencong mengenakan ulu hatinya. Isak tangis pecah melihat buah hatinya yang dibunuh dengan ganas oleh teman karibnya.

"Ya Allah, berikan ampunan kepada Cut Bang yang telah menganiaya sinyak, tempatkan sinyak di surgamu" begitulah keluar doa dari bibir Murhaban yang sudah tergeletak ditanah saat melihat perlakuan keji temannya.
(Konon, di pohon inilah Murhaban dan anaknya dibunuh)

Setelah menghabiskan anak yang tak bedosa itu, kini iya kembali mendekati Murhaban yang sudah tak berdaya diambil parang bawaan Murhaban digoroki lehernya hingga wafat. Setelah keduanya wafat teman tersebut memboyong seluruh harta Murhaban, langsung pulang ke Pidie.

Sesampai di Bangkeh Geumpang ketika ditanyakan masyarakat setempat. Teman Murhaban tersebut beralasan karena diserang demam makanya dia tidak bisa menemani Murhaban ke Meulaboh.
Hingga beberapa hari jasad Murhaban dilihat oleh para pedagang yang melintasi jalan tersebut namun wajahnya sudah tidak dikenal karena mayat sudah membusuk. Sehingga pedagang tersebut mengabari ke Masyarakat Geumpang bahwa terdapat dua mayat laki-laki, satu laki-laki dewasa dan satu anak kecil. Mereka teringat kepada sosok Murhaban dan anaknya. Pedagang tersebut juga mengatakan bahwa mereka sepertinya mati terbunuh oleh ulah manusia.
    (Kuburan Tgk Murhaban dan anaknya)

Petua gampong Bangkeh memerintah beberapa masyarakat untuk memeriksa dan menkebumikan kedua mayat tersebut di tempat terjadi kejadian. Setelah dikebumikan kuburannya semerbak wangi dan masyarakat meyakini bahwa kuburan aneuk manyak tersebut Keramat.

Cerita ini hasil adaptasi dari legenda cerita kuburan Aneuk Manyak.  Cerita ini mengalami beberapa bagian perubahan dan penambahan oleh penulis untuk menjawab tantangan pekan empat di Komunitas ODOP.

Komentar

  1. Wah... cukup ngeri juga ya kisahnya... 😢

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kak, Saya pas nulis merinding sendiri wkwk

      Hapus
  2. Ngeri ya ... Hampir mirip "Banyuwangi". 😊🙏

    BalasHapus
  3. Ikut sedih, orang baik dibunuh keji seperti itu 😭

    BalasHapus
  4. 😡 sedih ... Selalu ada yg namanya 'serigala berbulu domba'

    BalasHapus
  5. Wah jadi tahu cerita rakyat Aceh. Baru baca sekarang. Penasaran kisah aslinya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nanti akan tulis cerita asli nya hehe
      Tapi itu memang hampir sepenuhnya asli

      Hapus
  6. Sedih ceritanya. Bagaimana kisah aslinya ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nanti Kita cerita kisah aslinya, beda beda tipis dengan adaptasi diatas

      Hapus
  7. Miris....
    Cuma selaku pembaca saya belum merasa puas tatkala Informasinya tidak tahu tahun dan pada masa kapan itu Legenda itu terjadi. Karena dalam legenda itu sudah ada yang namanya Kepala Desa.
    Sedangkan Aceh biasanya namanya Keuchik atau Datok pada masa kerajaan.

    Salam SIKONYOL.com

    BalasHapus
  8. Kemari karena dipilihkam artikel sama blogspot, wow kakaknya pernah ikut odop sebelumnya kerennn :D btw merinding ya bacanya, tapi seru abis ,nagih euy :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer