Part 4 [Misteri Desa Alue Meujen]

 

Hamidin tiba-tiba menjadi tabib. Mendatangi rumah-rumah warga yang anak gadisnya keserupan. Tidak ada yang dia lakukan selain membaca mantra-mantra yang aneh. Bahkan, dia tidak jug membaca basmalah seperti tabib pada umumnya. Saat membaca mantra, hanya mulut terlihat bergerak-gerak, tanpa mengeluarkan bunyi sama sekali.

Ketabiban Hamidin menjadi viral dikampungnya. Tapi, mereka tidak tahu sebab musababnya. Mereka malah mengapresiasi Hamidin menjadi tabib. Rutinitasnya ke sawah dan ke kebun sudah terbengkalai. Karena dia lebih sering ke rumah-rumah warga yang anak gadisnya kesurupan.

Berbulan-bulan, hampir semua gadis di desa itu mengalami kesurupan. Dugaan kalau itu sebagai kutukan pun dipercaya masyarakat. Kutukan iblis penjaga desa itu. Karena setiap kali, selesai merajah. Hamidin mengatakan kalau para gadis di kampungnya kerasukan penjaga desa. Para orang tua anak gadis, demikian halnya Hamidin akan melakukan apapun untuk menyembuhkan anaknya.

Hamidin mulai menyuruh mereka menyediakan sesajian. Seperti memotong kambing, lalu hati dan jantungnya diletakkan di bawah pohon tempat dia bertemu iblis. Hamidin semakin jauh dari Tuhan. Bahkan, dia sudah berhasil mengajak banyak orang melakukan pemujaan untuk iblis itu. Setiap malam Jumat Kliwon di pergi bersemedi di dekat Alue Meujen tanpa berbusana dengan Daod. Bahkan, dia semakin merasa hebat karena ilmunya semakin meningkat.

Masyitah, mulai memperhatikan ayahnya. Ayahnya tidak pernah lagi pergi ke masjid seperti dulu untuk salat Jum’at atau jamaah. Di rumah dia juga tidak pernah lagi melihat ayah dan ibunya salat. Dia bahkan, melihat perlengkapan salat sudah disimpan rapi oleh ibunya.

“Apa yang terjadi?” pikir Masyitah.

Pada suatu kesempatan dia melihat ibunya merebus ayam. Dia pikir akan dibuat sup. Saat hendak makan malam. Dia hanya melihat ikan goreng dan sayur. Kemana ayam? Dia bertanya pada ibunya tentang ayam itu. Kata ibunya, ayamnya untuk obat.

Besoknya lagi, dia melihat ayahnya menguliti ayam. Tapi, enggan bertanya. Barangkali benar ayam itu untuk obat. Dan berturut-turut dia melihat di rumahnya ada ayam yang sudah disembelih. Tapi, dia sama sekali tidak melihat ibunya menghidangkan ayam tersebut.

Bulan puasa pun tiba. Masyitah semakin merasa aneh. Aya ibunya tidak menyambut Ramadan seperti sebelumnya. Mereka tidak memanggil ustaz ke rumah atau anak yatim untuk membaca doa. Ketika Ramdhan berlangsung. Ayah dan ibunya tidak pernah melaksanakan tarawih ke masjid. Setiap kali Masyitah mengajak mereka. Ayah dan ibunya selalu mengatakan mereka kurang sehat.

Namun,ada yang lebih menyakitkan. Pada suatu siang. Dia mendapatkan ayahnya sedang mengisap rokok tembakau di dapur. Sedangkan di depannya ada gelas kopi yang mengepul.

“Ayah tidak puasa?” tanya Masyitah.

“Ayah sedang uzur, karena terlalu lemah,” sahutnya. Membuat Masyitah terkejut. Jelas-jelas ayahnya sehat. Apanya yang uzur?

Masyitah semakin merasakan keanehan pada ayah ibunya. Tapi, dia tidak tahu harus berbuat apa. Dan tidak tahu harus bercerita kemana. Ayahnya semakin mistis. Dia sangat sering pergi untuk mengobati anak orang yang kesurupan. Bahkan, orang panas demampun kadang dibawa ke depan ayahnya.

Akhirnya, Masyitah tidak lagi tahan. Dia selidiki kegiatan ayah dan ibunya. Saat malam hari Masyitah sering menguping pembicaraan ayah dan ibunya di kamar. Tapi, percakapan mereka terdengar kosong. Tidak ada yang mencurigakan.

Suatu malam Jumat, dia melihat ayahnya keluar rumah. Dia penasaran kemana ayahnya pergi. Pelan-pelan diikuti. Tapi, dia kehilangan arah saat di persimpangan jalan. Ayahnya hilang di balik semak-semak. Masyitah ketakutan masuk ke hutan itu. Dia pulang dengan perasaan penuh tanya.

Komentar

Postingan Populer