Apa Boleh Memberikan Anak Gadget?

Hai permisah! mana mana kalian?
Kali ini aku akan sedikit berbagi tentang permasalahan kekinian. Mengenai anak-anak yang tumbuh diera perkembangan IPTEK yang sangat pesat. 
   (Gambar dari website  Parenting-                            Dream.co.id)

Bolehkah memberikan anak gadget?
Itu yang terlintas dalam benak para orang tua. Aku rasa, boleh saja selama bisa memantau dengan baik. Karena setiap orang tua pasti punya trik sendiri dalam memanage para buah hatinya.  

Namun, perlu diingat bahwa benda persegi panjang itu. Memiliki dampak negatif dan positif. Jika gagal mengendalikan bisa berdampak buruk untuk perkembangan buah hati.

Jangan memberikan anak gadget hanya untuk membuat mereka lalai. Karena orang tua sibuk bekerja.

Sesibuk apapun anda. Jangan alihkan dunia anak pada hal-hal yang kurang tepat. Seperti gadget. 

Biarkan anak bermain dengan dunianya. Karena itu lebih baik untuk perkembangan psikologisnya.

Apasih manfaat memberi anak gadget diusia dini? 

Apakah akan mencerdaskan atau malah membunuh karakter anak?

Suatu hari saya mendapat tawaran mengajar private disebuah keluarga. Seperti biasanya, ada sesi perkenalan dengan anak-anak tersebut oleh orang tuanya sendiri.

Waktu itu, aku masih berstatus mahasiswa. Lebih tepatnya mahasiswa akhir. Agak berat sih menerima tawaran itu.  Pahamkan mahasiswa akhir gimana sibuknya. ditambah lagi dengan jadwal ngajar ditempat lain. Sorry jadi curhat!

"Sini Nak kenalan dulu sama ustazah," perintah Bundanya.

Lama tak ada jawaban. Anak-anak yang sedang rebahan diatas karpet cokelat itu. Masih asyik menatap gawainya. Hingga Bundanya kesal dan menanggilnya lagi dengan nada tinggi.

"Kek ginilah Dek. Anak-anak ini sangat sulit diatur. Makanya Kakak perlu mereka belajar tambahan di rumah." Curhat Bundanya.

Dua anak itu mendekat dan salam. Wajah mereka putih bersih, tapi wajah dan mata mereka seperti kelelahan. Ya, aku paham. Mereka seperti butuh istirahat. Butuh udara luar yang bisa memberikan rona pada wajah kedua bocah ini. 

Dan ditangannya ada sebuah gadget. Harga kelas kakap.

"Hai cantik!  Namanya siapa ? " tanyaku.

"Hai Ustazah! Aku Ria. Apa nama Instagram ustazah biar aku follow! " jawab anak berusia 7 tahun itu.

Mataku tidak bisa dikondisikan naik turun terbelalak. Mendengar pertanyaan gadis itu.  Dia langsung mengarah ke sosial media.  Bundanya tersenyum geli menatapku. Pun aku, sedikit menahan tawa.

"Wah, sudah tahu Instagram?" Aku berbalik tanya.

"Tahu dong. Apa nama Instagram Ustazah nanti biar saling Follow," tambahnya lagi.

Akhirnya saya menyebutkan nama Instagram saya. Lantas dia langsung mengetik di pencarian Instagram. Lalu menyodorkan padaku gawainya. 

"Ini Zah?" tanya bocah ini lagi.
"Iya benar sekali. Kakak sekolah kelas berapa?"  Tanyaku basa-basi.

"Kelas dua," sahutnya.  Lalu berlalu meninggalkanku dengan Bundanya. Sepertinya dia tertarik berbicara denganku. Pun diikuti adiknya, hanya salam lalu pergi berlalu.
 
Aku sudah menebak, sepertinya kedua anak ini tidak mudah untuk diarahkan.

Gadget yang dijinjing anak-anak itu nggak main-main ya. Gadget high Class,  iPhone dan Oppo kelas Kakap. Kalah deh sama aku, yang hanya memakai smartphone biasa.

Orangtuanya pengusaha. Apalah arti sebuah iPhone itu. Namun bukan itu yang aku pikirkan.

 Apakah mereka dipantau dengan baik, setelah diberikan fasilitas tersebut? 

Bagaimana dengan sekolah mereka setelah memangku benda pipih itu?

Orang dewasa saja, bisa berefek buruk terhadap kinerjanya. Oleh gadget itu sendiri.

So what happen for to child's ?

Seorang guru yang baik perlu menyelami kepribadian seseorang  para anak didiknya. Agar bisa menyesuaikan dengan metode pembelajaran. Sehingga target dan tujuan pembelajaran bisa tercapai. Meskipun bukan pendidikan formal.

Rumah keluarga kecil ini lumayan mewah. Dengan berbagai furnitur mewah di dalamnya. Tak kurang jaringan WiFi, full dua puluh empat jam.

Para orang tua, memiliki kesibukan masing. Sehingga sangat jarang berada di rumah.

Kedua anak mereka hanya di rumah dijaga oleh pembantu. Tanpa ada kegiatan lain selepas sekolah.

"Kak, pulang sekolah anak-anak ngapain aja?" tanyaku pada ART tersebut.

"Anak-anak tidak kemana-mana. Hanya di rumah lalai sendiri dengan mainannya," 
 jawab perempuan satu anak itu.

"Kapan Kak mereka tidak main hape?" 

"Waktu tidur dan mandi ustazah!"

jawab ART tersebut yang sendirinya juga lalai sekali dengan gadget.

Aku merasa prihatin terhadap keadaan dua gadis kecil itu. Mereka sedang tidak baik-baik saja dimasa pertumbuhannya. Aku bertekad untuk mendidik mereka sebisa mungkin.

Sebulan sudah berjalan menjadi guru homeschooling bagi Ria dan Risa.  Ini semua sungguh tidak mudah bagiku. Sebagai mahasiswa keguruan. Yang memiliki ilmu pas-pasan. Karena kedua anak ini sudah sangat kecanduan game dan beberapa aplikasi lain.

Bahkan sempat beberapa kali. Mereka meng-up story di Instagram ketika belajar. Dan men-tag aku. Aku terkaget-kaget oleh tingkah mereka.

Ria dan Risa seperti sangat sulit lepas dari benda pipih itu. Bahkan mereka sudah sangat piawai menggunakannya. Mungkin karena sarana yang memumpuni.

Namun, perlahan-lahan aku bisa mengajak mereka agar lebih sibuk dengan dunia lain. Seperti menggambar, membaca buku bahkan bermain. 

Aku tidak menekan mereka agar jauh dari gadgetnya. Namun  hanya memberikan waktu kapan mereka boleh bermain gadget. Plus dengan bantuan ART rumah itu. Yang mau mengontrol anak-anak ini.
**

Bunda sayang anak Bunda, sayang anak beli mereka buku-buku dan makanan yang bergizi. Ajak mereka bermain ketempat bersejarah. Berikan mereka tantangan agar lebih mandiri.

Jika alasan memberikan gadget, agar anak-anak tidak nakal. Itu salah sekali menurutku. Silahkan berikan gadget  untuk anak. Namun berikan batas waktu tertentu.  

Dan lagi dengan menjelaskan mereka fungsi berbagai fitur yang terdapat di dalamnya. Kemudian kuasai gagdet mereka. Apa saja yang boleh tersedia di dalam benda tersebut. 

Kecanggihan IPTEK itu sangat mudah untuk dipelajari. Hanya saja susah mengalihkan generasi ke arah  bermanfaat. Karena dampak buruk bukan hanya ditimbulkan pada pendidikan dan sebagainya. Tapi ada yang lebih mengerikan dari itu.

Seperti remaja yang terkena Tik Tok syndrom. Pemain PUBG atau Mobile Legend yang divonis bermasalah dengan kejiwaan.

Tidak sedikit hari ini. Generasi stress oleh sarana yang disuguhkan oleh gadget itu sendiri. Hal tersebut bukankah karena salah memanfaatkan IPTEK.

**

Dulu, aku punya tetangga anaknya hafiz 10 juz.  Untuk kapasitas seorang anak kelas 4 SD, menurutku ini luar biasa. Bahkan dia aktif mengikuti berbagai kegiatan  di sekolahnya. Seperti pramuka, pencaksilat, Dokter Kecil dan lain-lain. 

"Jadi pengen punya anak lihat anak orang cerdas begitu."

Padahal ibunya hanya seorang pramuniaga. Tidak ada hafalan sama sekali. Apa yang mengantarkan anaknya sampai menjadi Hafiz. Karena parenting mendidik yang dipelajari orang tuanya. Lalu diterapkan dalam mendidik buah hati.

Eits, yang paling penting anak itu tidak diberi gadget. Sehingga anak masih bermain happy dengan teman-temannya. Si Anak tidak kehilangan dunianya yang baik untuk pertumbuhan.

Mari jaga anak-anak kita dari pembunuhan karakter sejak dini. Silahkan beri mereka  gadget. Namun,  dipantau dengan baik. Atau jika tidak sanggup mengontrol maka tidak usah berikan fasilitas teknologi itu.

Ini hanya sebuah pertimbangan untuk para orang tua dan calon orang tua dalam mendidik anak di era milenial ini.

Semoga bermanfaat!

Komentar

  1. Gadget, kehadirannya saat ini menjadi bagian yang tidak bisa di pisahkan, tapi untuk anak-anak tentu pengecualian. Peran orang tua yang sangat menentukan akan boleh dan tidaknya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kak peran orang tua nomor satu dalam Hal ini jangan cuman ngandelin guru disekolah

      Hapus
  2. Ini nih.. yang jadi keprihatinan saya akhir-akhir ini. Anak dikasih gadget, tapi nggak diajarkan adab menggunakan dan batasannya. Terus kalau sudah kecanduan game online, pornografi, sosmed addict.. ortu marah Dan ngomel2.. lah mereka sendiri yang ngasih 'pisau' di tangan anak..

    Awareness tentang pengasuhan di Indonesia masih sangat rendah.. bahkan yang mampu beliin gadget anaknya berjuta-juta, datang ke parenting berbiaya 500rb saja enggan.. karena merasa hidupnya baik-baik saja.

    La Masa belajar nunggu ada masalah Kan?

    Justru kita belajar agar nanti saat terjadi masalah sudah siap menghadapinya. Karena Akan selalu Ada bedanya orang yang mau belajar dan tidak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ilmu parenting itu ga habis habisnya Kita belajar. Lantas may jadi apa anaknya jika orang tua nya acuh Tak acuh dalam mendidik nya

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer