Surat Untuk Seseorang Yang Tertulis Di Lahul Mahfudz
Hari ini tanggal 12 Desember 2019, barangkali hari terakhir
aku bernaung di bawah langit Kuta Radja. Hari terakhir aku mengulum sakitnya di
tinggal saat hati masih digamit oleh ilusi-ilusi yang dibangun secara sengaja
tempo hari. Aku akan pulang pada
keteduhn hangatku. Tempat aku disayang bak tuan putri. Tempat aku dimanja tanpa
tapi. Selama beberapa tahun ini, aku bertarung hebat dengan segala macam mimpi.
Termasuk mimpi untuk bersamanya. Eh, harus kukatakan sejelas mungkin. Bukan aku
yang sengaja membangun mimpi itu, tapi, dia yang sengaja mengajakku berperan
dalam mimpi-mimpi konyolnya.
Sebelum aku benar-benar pergi, izinkan aku menulis beberapa
potongan kalimat untuk sosok Adam yang telah Tuhan persiapkan untukku. Aku
belum terlalu depresi, masih ada Tuhan yang masih mengasihi. Aku yakin, sejakku
ada di alam ruh. Sejak itu pula, telah diciptakan sosok Adam yang akan
mendampingi hari-hariku, mendukung segala misi hidupku. Membimbingku menuju
Jannah.
Tapi, aku hari ini belum siap menerima kehadiran Adam yang
kumaksud. Dia tidak boleh hadir di saat aku masih mengulum sakit, disaat aku
masih terhanyut oleh ilusi yang nista. Aku tidak ingin dia datang, lalu
kujadikan pelampiasan untuk melupakan dia. Tidak, aku belum siap.
Duhai, Adam yang tidak kutahu bentuk rupamu.
Maafkan aku, aku pernah tertaut pada hati yang salah.
Sehingga melupakanmu yang pernah kuikral saat di alam ruh.
Duhai Adam yang tidak kutahu bentuk bola matamu. Yang tidak
kutahu bentuk deret gigimu. Yang tidak kutahu bentuk garis-garis wajahmu. Beri
aku waktu untuk memperbaiki diri, mengosongkan pikiran dari kesalahan-kesalahan
yang pernah kulakukan. Ya, kesalahan dalam mencintai. Aku terlanjur mencintai
orang selain kamu.
Seharusnya, aku tidak boleh dulu terjatuh pada hati yang bukan
takdirku. Barangkali Tuhan ingin memberikan aku pembelajaran hidup. Agar saat bertemu
denganmu, aku sudah matang dalam mencintai.
Harus kau tahu, mencintainya memang sebuah kesalahan. Tapi,
harus kau tahu. Dia yang menjebakku dalam segala bentuk perhatian. Dia yang
memberikan puisi-puisi romantis sehingga aku terhanyut pada sosoknya yang
pandai mengobral cinta.
Dan juga, aku berharap. Setelah kesalahan ini. Aku tidak
akan melakukan kesalahan lagi perihal hati. Aku akan lebih berhati-hati dalam
menaruh rasa pada kaummu. Dia terlalu memikat. Tapi, sayangnya dia hanya
terlanjur berekspektasi dengan kelebihanku. Tapi, tidak dengan kekuranganku.
Duhai Adam yang telah tertulis di Lahul Mahfudz. Aku yakin,
kau akan datang dengan penuh mahabbah Fillah menemui orang tuaku. Mengambil
keputusan yang besar untuk hidupku dan hidupmu.
Hanya saja, aku tidak tahu kapan waktunya itu?
Duhai Adam yang belum pernah kugamit tanganmu, yang belum
pernah kutatap dua bola matamu. Wajahku tak sesempurna para wanita idaman
kaummu. Aku tidak memiliki sikap yang menyenangkan. Aku tidak memiliki prestasi
yang membanggakan. Bisakah kamu menerima kekuranganku itu?
Duhai Adam aku menunggumu!
Seperti yang sudah kukatakan, bahwa aku telah terjatuh
sejatuh-jatuhnya. Remuk seremuknya, sakit sesakitnya. Oleh ulah dia yang datang
bak figuran semata. Dia datang dengan ragam bahasa cinta yang meleburkan
perasaanku yang selama ini begitu kokoh dan tangguh. Ah, begitu menyakitkan
menjadi korban perasaan. Langit-langit terasa runtuh, taman hati seakan tumbuh
dengan rumput yang kering meranggas.
Tapi, aku berharap,
kamu bukanlah orang yang akan menyakitiku nantinya. Kamu bukanlah orang yang
akan membuat air mataku tumpah sepanjang malam. Kamu bukan orang yang membuatku
disandera oleh api cemburu yang menyakitkan. Kamu bukanlah orang yang membuat
aku menangis dalam gelap. Please, jadilah Adam yang membuat aku tersenyum
seperti mentari saat musim semi. Jadilah Adam yang mendukungku dalam menorehkan
jejak kebermanfaatan di muka bumi ini. Jadilah Adam yang membuat bola mataku berbinar
sepanjang hari.
Semoga kamu adalah orang yang akan membimbingku hingga ke
Jannah. Kamu adalah orang yang menggenggam erat tanganku melewati sepak terjang
hidup yang keras. Semoga ya semoga. Aku juga menjadi primadona
hatimu. Yang selalu menenangkan, menguatkanmu serta mendoakanmu.
Adam, datanglah di waktu yang
tepat! Aku menunggumu!
Banda Aceh, 12 Desember 2019
Komentar
Posting Komentar